Buku
Novel Romansa Puber Kedua
Siapa yang dapat menduga kala cinta hadir di saat yang tak tepat? Apakah salah juga jika cinta lain itu bersemi kala diri masih mempunyai pasangan halal? Inilah cerita yang disuguhkan dalam novel Romansa Puber Kedua karya Ni Roha Panjaitan.
Keunikan novel ini berada pada nama pemeran utama yang sengaja tidak disebutkan oleh penulis, hanya sapaan Nyonya dan Pak Dokter. Sang Nyonya adalah penulis artikel di berbagai media, seorang tukang kue, sekaligus istri Wicaksono dan sudah mempunyai tiga anak; Edel, Dhuha, dan Maghrib. Sementara, Pak Dokter seorang lelaki kharismatik yang merupakan dokter spesialis dan duda beranak dua; Lintang dan Mentari.
Keunikan lain ada pada penggunaan kata ‘Njenengan’ sebagai kata ganti orang kedua, juga ‘Beliau’ sebagai kata ganti dia. Keduanya sangat njawani. Begitu pula dengan nada bicara Nyonya yang berlogat batak ketika pulang ke Medan. Ragam bahasa itu hadir mengisi novel tebal ini.
Buku setebal 421 halaman ini berisi dua episode perjalanan cinta sang Nyonya dan Pak Dokter. Novel yang menyuguhkan setting tempat di kawasan Jawa Tengah dan Medan, membuat buku ini semakin menarik.
Episode Pertama
Kisah yang diawali pertemuan Nyonya dengan Pak Dokter di Rumah Sakit Umum Pusat di Semarang. Ketika itu, Maghrib harus menjalani rawat inap karena pendarahan pada gusinya akibat tersodok sikat gigi. Setelah penanganan secara intensif, Maghrib diketahui menderita ITP (Immune Thrombocytopenic Purpura), penyakit yang berkorelasi dengan kanker darah. Pertemuan rutin yang terjadi sejak Maghrib menjalani rawat inap hingga kontrol selama setahun itu, ternyata menumbuhkan benih-benih cinta Pak Dokter terhadap Nyonya.
Awalnya, Pak Dokter hanya mengajak Nyonya mengobrol biasa selesai mengecek kondisi Maghrib. Namun seiring intensnya pertemuan mereka, ada hal janggal yang dirasakan Nyonya dengan obrolan itu. Sayangnya, Nyonya berusaha membuang prasangkanya.
Pak Dokter pun memberikan kartu namanya. Namun hingga hampir selesai masa kontrol, Nyonya tak kunjung menghubunginya. Alhasil Beliau yang akhirnya meminta nomor ponsel Nyonya saat kontrol terakhir. Sejak saat itu, Pak Dokter tak pernah absen untuk menyapa Nyonya lewat WhatsApp.
[Pencarian saya selama ini ada di diri Njenengan. Kekosongan yang saya rasakan langsung terisi begitu Njenengan hadir. Saya nyaman berinteraksi dengan Njenengan.]- Pak Dokter hal.58
Percakapan yang semakin rutin itu ternyata mampu menggoyahkan kesetiaan Nyonya terhadap Wicaksono. Panggilan 'Nyonya' dari Pak Dokter itulah yang membuatnya merasa spesial. Namun, percakapan dengan Dhuha dan Edel di suatu malam yang menyinggung tentang perselingkuhan orang tua teman-teman mereka, menyadarkan Nyonya akan statusnya sebagai istri Wicaksono.
Mengetahui keahlian Nyonya membuat kue, Pak Dokter pun memesan kue tart untuk ulang tahun Mentari. Nyonya dan Maghrib diundang ke perayaan ulang tahun yang diadakan di sebuah resort di Jalan Kopeng itu. Di sana, Nyonya bertemu dengan ibu Pak Dokter.
Tak disangka, ternyata Pak Dokter sudah banyak bercerita tentang Nyonya yang diakui sebagai teman dekat pada ibunya. Tentu saja hal itu membuat Nyonya terkejut. Terang-terangan Nyonya mengatakan bahwa dia masih berstatus istri orang pada sang ibu. Pertemuan dengan ibu Pak Dokter itu semakin menguatkan keputusan Nyonya untuk mengakhiri kisah cinta segitiga ini.
Tak semudah yang dibayangkan. Meski telah berusaha menghapus jejak kenangan Pak Dokter dari ingatan, nyatanya Nyonya masih saja terbayang sosok kharismatik itu. Apalagi tak sengaja, mereka bertemu di bandara ketika Nyonya menunggu taksi setelah mengantar Dhuha yang akan pergi ke Jakarta.
Pertemuan itu membuat hubungan mereka kembali bersemi. Namun sebelum terlambat dan jatuh dalam kesalahan yang lebih fatal, akhirnya Nyonya benar-benar memutuskan hubungan mereka ketika bertemu di sebuah resto di Ungaran.
Di akhir episode satu ini, mereka kembali bertemu di bandara dalam situasi yang berbeda setelah empat tahun berpisah. Nyonya akan pergi ke Medan sendirian untuk menenangkan diri setelah meninggalnya Wicaksono. Sementara Pak Dokter akan ke Jakarta untuk tugas. Kali ini, Pak Dokter ditemani Mentari dan Widya, istri barunya.
Di sinilah Nyonya benar-benar merasa kehilangan. Lagu “Dinda di Mana” dari Katon Bagaskara mengakhiri kisah di episode satu itu.
Episode Kedua
Episode kedua dimulai dengan kedatangan Pak Dokter ke rumah Nyonya di Salatiga. Kedatangan yang menimbulkan rasa tidak suka di hati Edel yang menginginkan mamanya akan berjodoh lagi dengan papanya di surga. Edel terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya akan kehadiran Pak Dokter.
Meski sudah beristrikan Widya, nyatanya Pak Dokter masih mencintai Nyonya. Ketika sang ibu berpulang, Pak Dokter meminta Nyonya untuk menemaninya di saat berduka itu.
Nyonya memang datang ke rumah Pak Dokter di Semarang, tapi dia hanya di luar, berbaur dengan pelayat lain, dan tak mampu menerima ajakan WA Pak Dokter yang memintanya masuk. Juga ketika jenazah selesai disalatkan, mereka hanya beradu pandang dari kejauhan.
Percakapan melalui WA kembali tercipta. Hubungan intens itu tak lagi bisa mereka hindari. Meski berstatus tak jelas, tapi mereka tak lagi menutupi hubungan itu di depan anak-anak.
Semua dilakukan di belakang Widya, istri pilihan ibu Pak Dokter itu. Hingga Nyonya kembali ke Medan pun, Pak Dokter terus mengejarnya. Bahkan, mereka menyempatkan diri berjalan-jalan menyusuri keindahan Kota Medan. Cinta itu memang buta dan butuh pengorbanan, ya.
Akhirnya, Widya menggugat cerai Pak Dokter yang melamar Nyonya. Hal itu membuat tentu saja membuat Edel marah. Dengan nada tinggi, Edel memojokkan mamanya. Gadis itu tak terima dengan perilaku sang mama.
Mama mengkhianati Papa, dan sekarang Mama menjadi penghalang rumah tangga Pak Dokter.– Edel hal.364
Catatan Kecil untuk Novel Romansa Puber Kedua
Mbak Rohani Panjaitan—nama asli penulis novel ini—memang mampu mengolah rasa dalam kisah sederhana ini. Namun, ada beberapa hal yang menjadi catatan kecil seperti banyaknya kesalahan tanda baca. Sangat jelas terlihat penggunaan seluruh elipsis yang selalu menyambung dengan kata sebelum dan sesudahnya, juga tanda tanya dalam dialog yang diberi spasi dengan kata sebelumnya.
Selain itu, ada beberapa tipo huruf kapital di beberapa kalimat. Tidak adanya tabulasi di setiap awal paragraf juga sangat kentara. Pemilihan warna di bagian belakang novel Romansa Puber Kedua ini juga menjadi perhatian tersendiri. Dengan warna yang ada, kalimat blurb menjadi tidak jelas, bahkan sedikit sulit untuk dibaca.
Secara keseluruhan, novel ini menarik. Penggunaan PoV1 mampu membuat pembaca ikut berhalu, apalagi bagi mereka yang mengenali tempat-tempat yang diceritakan dalam novel ini.
Kejutan lain hadir di epilognya, lho. Penasaran sama akhir kisah Romansa Puber Kedua yang bikin geregetan ini? Yuk, baca novelnya sampai selesai, ya!
Posting Komentar
0 Komentar
Terima kasih udah mampir ke blogku, ya. Semoga bermanfaat dan menginspirasi. Aku tunggu kritik dan sarannya ^-^